top of page

Alasan Arsitek Butuh Traveling

Learning by traveling.

Sadar atau tidak, arsitek adalah profesi yang identik dengan kegiatan traveling atau jalan-jalan? Coba tengok feed instagram arsitek-arsitek indonesia. Selain hasil karya, kebanyakan foto yang mereka tampilkan adalah objek atau karya arsitektur baik di dalam maupun di luar negeri. Mengapa para arsitek melakukan hal ini? Mengapa mereka traveling?

Traveling untuk mengeksplorasi karya arsitektur, menjadi sebuah keharusan bagi seorang arsitek (dan mahasiswa arsitektur). Traveling merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat baik. Untuk mahasiswa, arsitektur bukan hanya kegiatan di dalam studio atau kelas, tetapi juga kegiatan di luar kampus. Beberapa tugas kuliah memang mengharuskan mahasiswa untuk mensurvei bangunan. Menjelang semester akhir, Kuliah Kerja Lapangan diisi dengan kegiatan peninjauan langsung ke objek studi arsitektur baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Setelah lulus dan menjadi arsitek pun, kegiatan jalan-jalan menjadi hal yang nggak bisa dipisahkan dari profesi ini. Beberapa firma arsitektur bahkan memiliki agenda traveling tahunan untuk para karyawannya.

Alasan Arsitek Traveling
Alila Villas Uluwatu, Bali karya WOHA. Orientasi bangunan ke arah pantai. Image by Adityuwana.

Untuk menghasilkan sebuah karya, arsitek perlu mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan cara pandangnya secara terus menerus. Kalo di IAI, kegiatan ini dinamakan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Salah satu cara kegiatan PKB adalah ziarah arsitektur. Seorang arsitek perlu memahami seluk-beluk sebuah karya. Setiap karya arsitektur memiliki esensi keruangan yang dapat dirasakan dengan mengalaminya secara langsung ditempat dimana karya tersebut berada. Dengan traveling, arsitek dapat merasakan langsung pengalaman ruang, seperti memahami transisi antar ruang, (gelap ke terang, rendah ke tinggi, sempit ke luas), bagaimana satu ruang menyatu dengan ruang lainnya, merasakan dan memegang tekstur dari material yang berbeda, melihat detail dan cara penyelesaiannya, yang mana hal ini tidak dapat digantikan dengan cara sekunder melalui foto atau video.

Alasan Arsitek Traveling
Parkroyal Pickering, Singapura karya WOHA. Jalur pedestrian dijadikan bagian dari pelataran gedung. Image by Adityuwana.
Alasan Arsitek Traveling
Potato Head karya Andra Matin. Pengunjung harus melewati koridor gelap sebelum tiba di ruang utamanya. Image by Adityuwana.

Bukan hanya karya bangunan masa kini saja, kita juga dapat mempelajari berbagai hal dari karya manusia di masa lalu. Candi-candi yang ada di Indonesia, benteng dan keraton, deretan bangunan di kota tua, hingga pola dan tata ruang suatu kota. Coba kunjungi Kota Tua Jakarta atau Kota Lama Semarang, banyak hal yang dapat dipelajari yang berbeda dengan apa yang kita lihat pada karya-karya arsitek saat ini.

Alasan Arsitek Traveling
Salah satu sudut kota tua Salzburg, Austria. Image by Adityuwana.
Alasan Arsitek Traveling
Piramida terbalik Museum Louvre yang tampil dalam novel Da Vinci Code karya Dan Brown. Image by Adityuwana.

Traveling juga bermanfaat untuk membuat indra arsitek semakin peka terhadap manusia dan lingkungan sekitar. Selama perjalanan, mereka bertemu dengan orang lain terutama penduduk lokal, mengetahui cerita dibalik suatu tempat, kelebihan dan kekurangan tempat tersebut dan menggali banyak sekali pengetahuan. Dengan traveling, arsitek mendapatkan wawasan tentang gaya hidup dari berbagai orang dan hal ini bermanfaat untuk membuat sebuah karya yang berorientasi kepada manusia dan alam sekaligus memberikan pemikiran tentang bagaimana memvariasikan desain saat ini untuk masa yang akan datang. Semakin banyak yang diketahui, semakin banyak kamu dapat bereksperimen dalam berkarya.

Alasan Arsitek Traveling
Masjid Al-Irsyad, Kota Baru Parahyangan karya Urbane. Mihrabnya terbuka dan dikelilingi kolam. Image by Adityuwana.

144 tampilan

Postingan Terkait

bottom of page